(Renungan Bulan Kemerdekaan)
Oleh : Mohammad Effendy – Forum Ambin Demokrasi
LANGKAR.ID,BANJARMASIN – Dunia maya diramaikan dengan ungkapan beberapa netizen yang menggambarkan kegemasan atau sebenarnya lebih mengarah pada suara hati yang dipenuhi keputusasaan, kami tidak akan mengibarkan bendera merah putih pada tanggal 17 Agustus nanti, tapi mengibarkan bendera “one piece”. Ungkapan tersebut telah beredar luas di media sosial namun tentu belum dapat dipastikan apakah hal itu akan dilakukan secara nyata di lapangan, atau hanya sekedar mengingatkan penyelenggara negara agar kembali kepada sumpah jabatan yang pernah diucapkan saat pelantikan.
Pernyataan tersebut memang disampaikan dengan gaya serius ala medsos, namun telah memicu perhatian pihak Pemerintah sehingga merasa perlu untuk memberikan responnya. Siapapun yang mengibarkan bendera yang bukan merah putih (one piece misalnya) pada saat HUT Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus, maka itu adalah tindakan melanggar hukum yang dapat diproses secara pidana ujar seorang pejabat pemerintah.
Secara normatif tidak ada yang salah dengan respon pejabat pemerintah tersebut karena bendera merah putih adalah simbol kedaulatan negara. Semua warga negara wajib memberikan penghormatannya, dan pada acara serimonial penghormatan dilakukan dengan berdiri pada saat upacara penaikan bendera – sang merah putih. Di bulan Agustus atau setidaknya pada hari tanggal 17 Agustus yang menjadi puncak perayaan HUT Proklamasi Kemerdekaan RI, semua rumah, gedung dan tempat-tempat lainnya diharuskan mengibarkan bendera merah putih sebagai tanda penghormatan terhadap simbol negara.
Sikap dan keinginan beberapa warga sebagaimana terlihat dalam video dan telah beredar luas di medsos, jika dilakukan secara sengaja dalam tindakan nyata tentu dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum. Akan tetapi perlu juga dipahami bahwa pernyataan yang bernada emosional tersebut tentu bukan dimaksudkan untuk tidak menghormati bendera merah putih, namun sebagai bentuk ungkapan kekecewaan terhadap perilaku pejabat pemerintah yang kurang memberikan perhatian terhadap rakyatnya.
Oleh karena itu sikap elegan pemerintah sebaiknya tidak merespon pernyataan tersebut dengan pendekatan hukum semata. Himbaulah mereka dan jadikanlah pernyataan warga tersebut sebagai renungan dan bahan introspeksi bahwa ada yang salah dalam pembuatan kebijakan serta pelaksanaan kewajiban jabatan selama ini, sehingga mereka terpaksa menyuarakan kata-kata tersebut.
Beban hidup rakyat sekarang ini memang sangat berat karena begitu sulitnya untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari, dan kondisi ini dikarenakan kebijakan pemerintah yang kurang berpihak kepada mereka. Lihatlah di pinggiran kampung atau di sela-sela gubuk reyot di sudut kumuh perkotaan akan tampak begitu banyak tubuh kurus kerempeng dan wajah pucat karena didera kelaparan yang berkepanjangan.
Hukum itu mengandung logika, mengikuti prinsip “sebab-akibat”, serta sarat dengan nilai-nilai filosofi yang harus dipahami dengan serius ujar seorang Guru Besar dalam uraian kuliahnya. Hukum bukan saja ditujukan kepada mereka yang secara faktual telah melakukan perbuatan terlarang, tetapi dapat juga ditujukan kepada orang lain yang membuat kondisi tertentu sehingga mendorong ia nekad melakukan hal tersebut.
Sebagai ilustrasi sebaiknya diurai kembali sebuah peristiwa dalam sejarah Islam terkait dengan sosok khalifah Umar bin Khattab yang mengadili seorang pencuri. Ketika Khalifah mendengar cerita sipencuri bahwa ia melakukan hal itu karena sedang kelaparan, maka serta merta Khalifah membebaskannya.
Tindakan Khalifah Umar tersebut secara tersembunyi mengandung pesan yang sangat filosofis bahwa jika masih ada pencuri yang akan diadili karena ia sedang kelaparan, maka yang juga patut dihukum adalah orang-orang kaya yang tidak melaksanakan kewajibannya menyantuni fakir miskin. Jika pesan tersebut dilaksanakan dengan nurani yang bersih maka tidak akan terjadi penghukuman terhadap seorang nenek tua miskin karena dituduh mencuri 3 biji buah kakao di area sebuah perusahaan besar.
Tetaplah kita kibarkan bendera merah putih dengan penuh khidmat sebagai tanda syukur kepada Tuhan yang telah memberi anugerah kemerdekaan kepadan bangsa ini, sekaligus sebagai pemberian rasa hormat kepada para Pendiri Negara, dan juga para pejuang serta syuhada yang merelakan darah serta dirinya untuk negeri tercinta. Selamat HUT kemerdekaan negeriku meski kami rakyat biasa masih dilanda ketakutan, kegalauan, dan juga kemiskinan. Kita yakin Tuhan memiliki skenario kapan waktu yang tepat untuk membuka jalan kebenaran dan keadilan. (007)