LANGKAR.ID,BANJARMASIN — Suasana intelektual dan kritis terasa kuat dalam acara bedah buku “Demokrasi di Kapal Karam”, karya Dr. Muhammad Effendy, SH, MH, akademisi Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM).
Buku ini merupakan kumpulan tulisan opini yang sebelumnya dipublikasikan di berbagai media online termasuk media lokal Langkar.id, yang menjadi salah satu media tempat penulis aktif menyuarakan kegelisahan intelektualnya terhadap kondisi hukum, demokrasi, dan politik di Indonesia.
Acara yang digelar Sabtu (5/7/2025) di toko buku Gramedia Veteran Banjarmasin ini menghadirkan tiga narasumber : Dr. Fahrianoor, S.IP., M.Si. Yang merupakan Dosen Komunikasi ULM Banjarmasin, Dr. IBG Dhrma Putra, mantan birokrat dan penulis buku sendiri Dr.Muhammad Effendy,SH,MH.
Diskusi dimoderatori oleh Nurholis Majid, aktivis Forum Ambin Demokrasi , dengan Naufal Risna Reisya sebagai pemantik. Hadir pula Winardi dari Forum Ambin Demokrasi, Ikhsan Alhaque dari Dinas Perpustakaan Daerah Kota Banjarmasin, serta para dosen, mahasiswa, dan para insan media.
Dalam paparannya, Dr.Muhammad Effendy mengatakan tulisan-tulisan yang dimuat secara rutin di berbagai media online kini terdokumentasi dalam bentuk buku yang sangat cocok dibaca oleh kalangan generasi muda seperti mahasiswa dan mereka yang peduli tegaknya demokrasi di negeri ini. Dimana Tulisan-tulisan ini lahir dari keprihatinan terhadap kondisi demokrasi dan hukum yang terus mengalami distorsi.
Sementara Dr. Fahrianoor mengatakan bahwa demokrasi tidak hanya satu bentuk, namun memiliki banyak jenisnya dan penting untuk memahami bentuk demokrasi yang dijalankan di Indonesia saat ini.
Narasumber lain Dr. IBG Dharma Putra mengkritik fenomena yang menggunakan strategi untuk meraih kekuasaan. “Sejak kapan orang kaya kalah dengan orang gila? Dalam realitas kita, justru yang paling gila strateginya, itulah yang menang” ucapnya.
Nurholis Majid menegaskan bahwa buku ini merupakan refleksi penting dari seorang akademisi yang tidak hanya mengajar, tetapi juga menulis sebagai bentuk tanggung jawab sosial. “Tulisan di buku ini adalah catatan kecil dari orang yang tidak tinggal diam melihat kondisi yang terjadi”, katanya.
Winardi menyebut buku ini sebagai bahan bakar baru untuk aktivisme demokrasi di Kalimantan Selatan, sedangkan Ikhsan Alhaque berharap buku ini bisa masuk dalam koleksi wajib perpustakaan daerah, karena menyuarakan kritik yang membangun dan mendidik publik.
Acara diskusi bedah buku ini merefleksikan kita bahwa tulisan-tulisan yang lahir dari para intelektual, ketika didukung oleh media bisa menjadi senjata untuk menyuarakan keadilan, dan merawat nalar publik di tengah demokrasi yang tak menentu. (007)