Oleh : Mohammad Effendy – Forum Ambin Demokrasi
LANGKAR.ID,BANJARMASIN-Para pendiri bangsa benar-benar kumpulan orang-orang jenius yang tidak saja pencinta dan pembaca buku tetapi juga memiliki wawasan luas serta kearifan terhadap budaya bangsanya. Ketika mereka membahas dan berdiskusi tentang Dasar Negara dalam persidangan di BPUPKI, terjadi perdebatan yang cukup panjang dengan menampilkan argumentasi yang dihasilkan dari sederet referensi, dan hal tersebut menunjukkan bahwa mereka benar-benar orang yang terpelajar.
Oleh karena tema yang dibahas ketika itu berkaitan dengan Dasar Negara yang akan menjadi panduan kehidupan bersama yang berisikan nilai-nilai filosofis sebuah bangsa yang akan didirikan, maka wajar jika perdebatan tersebut tidak hanya beradu argumentasi secara ilmiah namun juga menampilkan dan melibatkan sensitivitas emosional yang cukup tinggi.
Sesekali terdengar suara keras dan bahkan gebrakan meja sebagaimana dapat dibaca dalam bukunya Muhammad Yamin (Naskah Persiapan Pembentukan UUD). Akan tetapi yang membuat kita terharu adalah suara keras di ruang sidang BPUPKI tersebut berubah drastis saat mereka berkumpul di ruang rehat sambil ngopi bersama. Suara gelak tawa dan senda-gurau antar mereka yang tadinya berdebat keras terdengar nyaring. Bahkan, diantara mereka tersebut ada yang pulang berboncengan setelah sidang berakhir.
Tokoh-tokoh pendiri bangsa tersebut tidak saja meninggalkan jejak sejarah dalam pemikiran yang sangat brilian dan konsep bernegara yang berhasil memadukan pikiran-pikiran barat yang liberal dengan budaya timur yang lebih familiar, namun juga perilaku keseharian mereka yang mampu memisahkan antara keyakinan ideologi yang saling berbeda dengan makna persahabatan.
Sayangnya keteladanan yang sudah dilakukan oleh para pendiri bangsa tersebut bukan saja tidak dilestarikan dengan baik oleh generasi berikutnya, namun kian waktu ia makin pudar bahkan mungkin sudah menghilang pada era kita sekarang. Hampir jarang terdengar politisi kita atau pemimpin yang sedang memegang amanah jabatan mempublikasikan konsep pemikiran tentang bagaimana membangun bangsa ini di tengah arus globalisasi yang makin menguat, serta kondisi rakyat kita yang berada dalam kemiskinan yang sangat massif.
Tayangan berita yang sering kita saksikan justeru perilaku “pencitraan” yang sangat berlebihan dan manipulatif. Rakyat disuguhkan perilaku pejabat yang terlihat begitu kesatria, membuat tindakan pemihakan yang sangat vulgar untuk rakyatnya, serta berbaur dengan mereka yang tidak beruntung. Pejabat tersebut melupakan satu hal bahwa tindakan keberpihakan kepada rakyat tidaklah semudah seperti yang ditayangkan dalam berita. Sebab, jika hal tersebut menjadi komitmen yang serius maka pasti ada reaksi kuat dari mereka yang terganggu kepentingannya.
Sementara itu ikatan persahabatan antar politisi kita sekarang ini benar-benar hanya dibalut oleh kepentingan semata, sehingga sama sekali tidak tampak aura persahabatan sejati. Tidak ada perdebatan terbuka yang menampilkan konsep dan pemikiran jernih untuk memperbaiki kehidupan berbangsa baik di ruang sidang Parlemen apalagi di ruang publik.
Sesekali memang terdengar suara keras anggota Dewan ketika melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan atau kinerja kementerian. Akan tetapi suara keras dan kritikan tajam tersebut terkesan seperti “sandiwara politik” semata. Sebab, usai persidangan resmi sering dilanjutkan dengan pertemuan informal dengan pihak Kementerian yang tadinya terkesan “babak-belur”, baik yang dilakukan oleh Pimpinan Komisi maupun oleh Pimpinan Parpol. Akibatnya, rakyat tidak melihat adanya perubahan yang signifikan baik dalam bentuk kebijakan maupun perubahan kinerja kementerian.
Pikiran-pikiran cerdas yang dulunya pernah bergema dengan kuat dan keluar dari mulutnya politisi dan/atau disebarkan melalui publikasi baik berupa tulisan lepas maupun buku kecil namun sarat dengan teori-teori ilmiah, sekarang hampir tidak lagi ditemukan. Politisi kita sekarang ini sebagiannya adalah politisi jadi-jadian yang muncul mendadak saat bulan pernama.
Kita semua tentu bangga pernah memiliki putera-putera terbaik bangsa yang dipersonifikasikan oleh para Pendiri Negeri ini. Kita merindukan sosok seperti itu kembali lahir di era sekarang. Akan tetapi apakah ibu pertiwi kita masih mungkin untuk melahirkan kembali putera-puteri terbaik di tengah kondisinya yang sakit-sakitan dan sering “bersusah hati” dengan derai air mata yang tak pernah kering – biarlah sejarah akan merekamnya.(007)