Oleh : Pathurrahman Kurnain
Akademisi FISIP ULM
LANGKAR.ID,BANJARMASIN – Presiden Prabowo Subianto melakukan Panen Raya Jagung Serentak Kuartal II yang digelar secara hybrid melalui video conference di 36 Polda se-Indonesia, dengan pusat kegiatan berada di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, pada Kamis 05/06/2025. Presiden menyampaikan bahwa ketahanan dan kedaulatan pangan merupakan fondasi dari kemerdekaan sejati suatu bangsa. Presiden juga menegaskan bahwa swasembada pangan adalah kunci dari keamanan. Untuk itu dirinya memberikan apresiasi kepada institusi kepolisian yang menjadi penggerak utama dalam pelaksanaan panen raya ini. Dalam pernyataannya, Kapolri menyampaikan bahwa Polri melalui gugus tugas ketahanan pangan berkomitmen untuk mendukung program Asta Cita Prabowo-Gibran dan Kementerian Pertanian untuk mencapai swasembada pangan.
Di Kalimantan Selatan, lebih dari 41,9 ton jagung berhasil dipanen di lahan rawa seluas 7,8 hektare yang berlokasi di kawasan Jalan Gubernur Syarkawi, Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar. Panen jagung ini merupakan pencapaian yang sangat menggembirakan, mengingat ini menjadi satu-satunya program penanaman jagung di lahan rawa/basah yang ada di Indonesia.
Melalui program ketahanan Polda Kalsel, lahan rawa yang sebelumnya kurang produktif serta kerap menjadi lokasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla), dalam waktu singkat bertransformasi menjadi areal pertanian jagung yang produktif. Dalam kondisi alamiah, diperlukan waktu puluhan hingga ratusan tahun bagi suatu lahan tertentu agar bisa dimanfaatkan untuk memproduksi tanaman pangan dengan baik, dimana ada banyak faktor yang mempengaruhinya seperti kadar keasaman tanah, kecukupan nutrisi unsur hara, ketersediaan pengairan, adanya mikroba dan organisme mikro yang membantu menggemburkan tanah dan lain sebagainya (Javed, 2022).
Oleh karenanya, tidak banyak pihak yang berani untuk mengambil risiko menjalankan pertanian berskala besar di lahan rawa, karena dihantui akan ancaman gagal panen dan takut merugi. Hingga akhirnya Polda Kalsel berinisiatif untuk menjalankan program ketahanan pangan melalui pertanian jagung di lahan rawa. Tentu langkah yang penuh risiko ini tidak serta-merta diambil begitu saja tanpa adanya visi progresif, kalkulasi komprehensif serta strategi yang efektif dari Kapolda Kalsel, Irjen Pol Rosyanto Yudha Hermawan.
Dalam konteks ini, sebagai peneliti saya mengajukan tiga poin utama dalam mengulas program ketahanan pangan yang digagas Polda Kalsel melalui pertanian jagung ini yakni: dimensi proses, dimensi output dan dimensi kepemimpinan.
Poin pertama, yakni dimensi proses. Secara sederhana, proses diartikan sebagai runtutan perkembangan atau rangkaian tindakan untuk menghasilkan sesuatu.
Pada prosesnya, rangkaian tindakan yang dijalankan dalam mengimplementasikan program pertanian jagung ini tercermin dari bagaimana upaya Kapolda Kalsel dalam mengedepankan pengelolaan program secara sistematis, teknokratis serta inklusif.
Sebagai leading sector dari program pertanian jagung ini, kapolda mendorong pendekatan sistematis melalui bentuk kolaborasi dan sinergi seluruh pihak yang berkepentingan, untuk terlibat sesuai dengan kapasitas dan porsinya masing-masing. Hal ini dapat terlihat dari bagaimana upaya kapolda Kalsel melakukan proses persiapan program melalui rapat koordinasi, sosialisasi hingga menggelar Focus Group Discussion (FGD) baik secara internal maupun eksternal. Ada banyak pihak yang terlibat dalam proses tersebut, misalnya perwakilan pemerintah pusat seperti Kementerian Pertanian, Badan Pangan Nasional, Pimpinan Wilayah Badan Urusan Logistik (BULOG), Badan Intelijen Daerah Kalimantan Selatan, pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan beserta dinas-dinas terkait, Universitas Lambung Mangkurat, perwakilan perusahaan swasta dan para pengusaha di Kalimantan Selatan, kelompok tani, pemilik lahan serta masyarakat sekitar lahan.
Dalam rapat koordinasi inilah rencana pelaksanaan program dirumuskan secara matang sejak dari proses hulu hingga hilirnya. Rangkaian aktivitas yang dilakukan dari proses hulu misalnya dengan menyelaraskan visi program pertanian jagung bersama-sama oleh seluruh pihak terkait. Tanpa adanya penyamaan visi, maka kolaborasi yang efektif akan sulit untuk dicapai. Melalui rapat-rapat teknis tersebut dirumuskan analisis permasalahan, pengukuran risiko, strategi percepatan program, hingga langkah alternatif yang dapat dilakukan. Termasuk juga penjajakan model kerjasama pendanaan baik yang bersumber dari dana dekonsentrasi APBN, Badan Pangan Nasional dan APBD Provinsi Kalimantan Selatan. Sementara pada proses hilirisasinya, dapat dilacak dari peta jalan hasil panen biji jagung yang diolah melalui proses pengeringan untuk selanjutnya dikerjasamakan dengan perusahaan pakan ternak seperti PT Japfa dan PT Charoen Pokphand untuk diolah menjadi pakan ternak. Bahkan sebelum program ini mulai dijalankan, kapolda juga telah menyiapkan langkah hilirisasi lainnya dengan menggandeng Koperasi Polda Kalsel untuk berkontribusi dalam menyerap hasil panen jagung tersebut. Sehingga seluruh pihak yang terlibat tidak lagi merasa khawatir akan kemungkinan hasil panen yang tidak terserap pasar ataupun mendapatkan harga di bawah standar karena surplus panen.
Proses berikutnya yang tidak kalah penting yakni kerja teknokratis dalam aktifitas reklamasi lahan. Proses reklamasi lahan rawa ini tergolong kompleks. Karena tidak hanya mencakup land clearing dan pembuatan drainase, tetapi juga dilakukan pengukuran tingkat kesuburan tanah dan menetralisir tanah yang memiliki kadar keasaman (PH) rendah agar ideal untuk ditanami jagung. Kapolda menegaskan mulai dari pengendalian kesuburan tanah, pemilihan bibit unggul, pengendalian hama hingga proses pemupukan harus dilakuan dengan pendekatan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Untuk itu, dirinya mempercayakan serta memberikan ruang seluas-luasnya bagi para pakar dari ULM yang berkompeten di bidangnya masing-masing untuk mengambil peran. Langkah yang diambil kapolda ini sangat beralasan, mengingat fokus pengembangan tridharma (pendidikan/pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat) ULM sebagai pusat pengembangan lingkungan lahan basah dunia. Bagi kapolda, prinsip “right man on the right place” adalah harga mati yang harus diterapkan agar program ini dapat berjalan secara efektif.
Dalam program pertanian jagung ini, proses penting yang juga dikedepankan yakni pendekatan inklusifitas. Polda Kalsel memberikan ruang dan akses kepada seluruh pihak yang berkepentingan untuk terlibat aktif di dalamnya. Mulai dari pemerintah, lembaga pendidikan, dunia usaha, tokoh masyarakat dan tokoh agama, pemilik lahan, kelompok tani, hingga para masyarakat sekitar lahan juga diberikan kesempatan untuk terlibat dan berkontribusi secara proporsional sesuai dengan kapasitasnya. Sehingga tidak ada pihak yang merasa diabaikan maupun termarginalisasi sejak dari proses perencanaan hingga proses pasca panen.
Poin kedua, yakni dimensi output atau hasil/produk dari program yang dijalankan. Melalui panen jagung ini, Polda Kalsel berhasil mendapatkan capaian positif dengan rata-rata produktifitas 5,38 ton per hektar, yang mana telah mencapai target yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan hasil panen perdana ini, Kapolda Kalsel Rosyanto Yudha Hermawan optimis untuk terus meningkatkan target pencapaian pada panen tahap berikutnya mengingat lahan rawa/basah yang digunakan akan terus ditingkatkan kesuburannya melalui pengembangan riset dan ilmu pengetahuan secara berkesinambungan.
Variabel berikutnya dari dimensi output juga dapat terlihat dari bagaimana program pertanian jagung mampu menghadirkan manfaat materil maupun immateril bagi pihak yang terlibat. Seperti misalnya pihak ULM yang mendapatkan dukungan dan sarana untuk melakukan pengembangan riset dan penguatan ilmu pengetahuan dan teknologi di lahan pertanian jagung. Dari pihak petani juga mendapatkan keuntungan karena dukungan infrastruktur yang dilakukan Polda Kalsel seperti pembangunan akses jalan pertanian dan jaringan listrik yang sangat membantu petani untuk menekan biaya operasional dan transportasi, memudahkan mobilisasi alat pertanian, serta mendorong optimalisasi pemanfaatan teknologi. Sehingga produktivitas pertanian dapat maksimal dan pendapatan petani juga semakin meningkat.
Berikutnya, poin ketiga yakni dimensi efektifitas kepemimpinan Kapolda Kalsel dalam mengimplementasikan program pertanian jagung. Sebagaimana yang dikemukakan Merilee S. Grindle (1980), bahwa kunci efektifitas suatu program tidak hanya ditentukan dari sisi teknis/kontennya saja, akan tetapi juga dari faktor non-teknis/konteksnya. Sebagaimana faktor teknis yang telah diuraikan sebelumnya, faktor non-teknis juga penting untuk diulas, misalnya dari perspektif kepemimpinan, kejelasan visi maupun strategi yang digunakan.
Dari sudut pandang kepemimpinan, dapat terlihat dari bagaimana kepiawaian kapolda selaku project leader penanaman jagung ini mampu mengkolaborasikan potensi dan sumberdaya manusia yang terserak untuk bersinergi mendorong keberhasilan program. Kalimantan Selatan banyak memiliki sumberdaya manusia yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Kemampuan memberdayakan potensi sumberdaya manusia yang ada di daerah secara optimal melalui skema kolaborasi menjadi salah satu tolak ukur dalam melihat kualitas kepemimpinan kapolda dalam program ketahanan pangan. Di samping itu, kemampuan dalam menjaga interaksi seluruh stakeholder agar tetap solid dan terus berpegang pada misi yang telah ditentukan menjadi faktor yang perlu diapresiasi sebagai credit point keberhasilan seorang pemimpin.
Kolaborasi akan tercipta dengan baik manakala pemimpin mampu untuk sungguh-sungguh mendengarkan (listening), bukan hanya sekadar untuk mendengar (hearing) aspirasi maupun masukan/ide dari seluruh pihak yang berkepentingan/terlibat. Sebagaimana yang diungkapkan Jessica Zisa dalam artikelnya “Listen to Serve” (2010), kemampuan untuk mendengarkan sangat diperlukan oleh seorang pemimpin, karena dalam setiap proses pengambilan keputusan, pemimpin membutuhkan informasi dan analisis sebagai bahan pertimbangan. Tanpa dibekali informasi yang memadai, seorang pemimpin akan menghadapi kesulitan dalam menentukan arah kebijakan maupun tindakan yang seharusnya dilakukan. Selain itu, kepemimpinan kolaboratif juga mampu menciptakan ruang dimana individu dapat tumbuh, merasa dihargai didengarkan, sehingga rasa takut untuk mengungkapkan fakta, informasi maupun masukan kepada pemimpin dapat diatasi.
Faktor non-teknis lainnya yang juga berpengaruh besar dalam menentukan keberhasilan program pertanian jagung Polda Kalsel ini terletak pada visi pemimpinnya yang memiliki energi positif dan memberikan harapan. Melalui visinya untuk mencapai terpenuhinya kebutuhan jagung untuk kebutuhan pakan ternak di Kalimantan Selatan, Kapolda Kalsel Rosyanto Yudha Hermawan mampu membangkitkan rasa optimisme untuk meningkatkan kembali kontribusi sektor pertanian terhadap ekonomi Kalimantan Selatan yang mengalami tren penurunan, serta pertumbuhannya yang cenderung melambat (BPS Kalsel, 2024). Jika tren penurunan ini terus diabaikan, bukan tidak mungkin daerah kita akan semakin rentan dalam menghadapi fluktuasi harga pangan yang mengarah kepada potensi terjadinya krisis pangan dan penurunan ekonomi masyarakat.
Sebagaimana yang telah disampaikan oleh kapolda, berdasarkan data yang dikumpulkan pihaknya, apabila terjadi krisis pangan dan penurunan perekonomian masyarakat, maka angka kejahatan cenderung meningkat. Itulah irisan tugas pokok polisi dengan ketahanan pangan, sehingga menurutnya jika kepolisian dapat membantu ketahanan pangan serta meningkatkan perekonomian masyarakat, maka angka kejahatan akan menurun. Karena menurutnya, konsep tugas polisi itu adalah protect and serve (melindungi dan melayani).
Visi kapolda yang membawa angin optimisme dan harapan tersebut bukanlah sebatas retorika semu. Dibalik visi tersebut terdapat parameter yang jelas, realistis dan terukur. Misalnya dengan pengalaman panen jagung yang sudah dilakukan, kapolda terus meningkatkan target secara bertahap menjadi 9 ton per hektar pada panen berikutnya. Strateginya yakni dengan penguatan teknik budidaya tanaman jagung dan perluasan areal tanam. Parameter lainnya yang ingin dicapai oleh Polda Kalsel yakni menargetkan 99.000 hektar lahan tanam untuk memenuhi 300 ribu ton jagung per tahunnya. Harapannya setelah kebutuhan pakan ternak dapat terpenuhi, maka harga telur maupun daging ayam dapat lebih terjangkau tanpa harus merugikan para peternak ataupun pengusaha yang bergerak di bidang peternakan itu sendiri.
Dari apa yang telah diuraikan di atas, sampailah pada kesimpulan bahwa program ketahanan pangan melalui pertanian jagung ini merupakan sebuah terobosan yang progresif. Karena tidak hanya membantu menekan potensi kebakaran hutan dan lahan yang kerap terjadi di lahan rawa/gambut, tetapi juga menjadi harapan baru untuk membawa Kalimantan Selatan mencapai swasembada pangan dan peningkatan roda perekonomian.(007)