LANGKAR.ID, Banjarbaru – Ketua Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) Kalimantan Selatan, Syarifah Hayana, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian terkait dugaan pelanggaran Undang-Undang Pilkada. Meski begitu, aparat penegak hukum memutuskan untuk tidak menahan Syarifah.
Penetapan status tersangka terhadap Syarifah dilakukan oleh Polres Banjarbaru sejak 12 Mei 2025. Ia dijerat Pasal 128 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah, yang merupakan perubahan atas UU Nomor 10 Tahun 2016. Pasal tersebut melarang pengurus lembaga pemantau pemilu untuk ikut terlibat dalam aktivitas politik tertentu.
Namun, hingga kini Syarifah masih bebas beraktivitas. Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Banjarbaru, AKP Haris Wicaksono, menyebut bahwa keputusan untuk tidak melakukan penahanan didasarkan pada unsur subjektif dan pertimbangan usia dari yang bersangkutan.
“Kami menilai tersangka kooperatif. Selain itu, dari sisi subjektif dan usia juga jadi pertimbangan penyidik untuk tidak dilakukan penahanan,” ujar Haris saat dikonfirmasi detikcom, Kamis (12/6/2025).
Menurut Haris, berkas perkara kasus ini juga telah dinyatakan lengkap (P21) oleh kejaksaan. Kini proses hukum tinggal menunggu jadwal sidang dan putusan dari majelis hakim di pengadilan.
Tak tinggal diam, Syarifah sebelumnya sempat menggugat penetapan tersangkanya melalui praperadilan di Pengadilan Negeri Banjarbaru. Namun upaya tersebut kandas. Hakim tunggal Riya Apriyanri menolak seluruh permohonan praperadilan tersebut pada awal Juni 2025.
“Permohonan pemohon tidak berdasar dan tidak dapat diterima. Biaya perkara dibebankan kepada pemohon,” tegas hakim Riya saat membacakan putusan.
Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan sosok dari lembaga pemantau pemilu, yang semestinya netral dalam proses politik. Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Syarifah Hayana mengenai langkah hukum selanjutnya. (L212)