LANGKAR.ID, Banjarbaru — Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) diduga tidak bersikap independen dalam pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Kota Banjarbaru. Seorang relawan pemantau mengungkap adanya janji pemberian uang dari Ketua LPRI Kalimantan Selatan, Syarifah Hayana, kepada sejumlah pemantau yang direkrut untuk bertugas di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Pengakuan mengejutkan ini disampaikan oleh seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya. Ia mengaku diminta oleh Syarifah untuk merekrut orang-orang menjadi pemantau TPS, dengan iming-iming bayaran Rp 200.000 per orang. Uang diberikan dalam dua tahap: Rp 100.000 dibayar di awal, dan sisanya setelah proses penghitungan suara selesai—dengan catatan pasangan “kotak kosong” keluar sebagai pemenang.
“Sebelum PSU, kami dijanjikan Rp 200.000 per orang. Katanya kotak kosong pasti menang. Setelah penghitungan suara dan kotak kosong kalah, sisa pembayaran sempat ditolak,” ujar relawan tersebut, Selasa (20/5/2025).
Ia mengaku berhasil merekrut puluhan pemantau yang disebar di salah satu kelurahan di Banjarbaru. Namun setelah hasil menunjukkan pasangan Lisa Halaby–Wartono menang atas kotak kosong, janji pembayaran sisa uang sempat diingkari. Syarifah Hayana akhirnya menyerahkan sisa uang yang kemudian dibagikan kepada para pemantau, meski sempat terjadi ketegangan.
Relawan itu juga menyebut bahwa saat dirinya meninggalkan kantor LPRI, ia mendengar sejumlah wanita lain turut menagih janji yang sama kepada anggota LPRI lainnya yang bertugas di TPS berbeda.
Kredibilitas LPRI semakin dipertanyakan setelah dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK) terungkap bahwa beberapa anggota lembaga tersebut merupakan kader partai politik, seperti PKS, PPP, dan Gelora. Hal ini dinilai bertentangan dengan klaim independensi LPRI sebagai lembaga pemantau pemilu.
Lebih lanjut, sumber tersebut juga mengungkap latar belakang Syarifah Hayana sebagai kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang gagal meraih kursi dalam Pemilu Legislatif 2024. Ia mengingatkan masyarakat agar tidak mudah percaya pada narasi “independen” yang digaungkan di media sosial.
“Saya heran dengan yang koar-koar di medsos, bilang independen tapi malah buat gaduh. Kalau mau klarifikasi, datang langsung ke Banjarbaru, bukan bikin keributan di media sosial,” tegasnya.
Upaya konfirmasi kepada Syarifah Hayana melalui telepon dan pesan WhatsApp pada Rabu (21/5/2025) belum mendapat tanggapan hingga berita ini diterbitkan. (tim/L212).